Kebutuhan
dan penggunaan akan teknologi informasi yang diaplikasikan dengan Internet
dalam segala bidang seperti e-banking, ecommerce,e-government, e-education dan
banyak lagi telah menjadi sesuatu yang lumrah. Bahkan apabila masyarakat
terutama yang hidup di kota besar tidak bersentuhan dengan persoalan teknologi
informasi dapat dipandang terbelakang atau ”GAPTEK”. Internet telah menciptakan
dunia baru yang dinamakan cyberspace yaitu sebuah dunia
komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual
(tidak langsung dan tidak nyata). Walaupun dilakukan secara virtual, kita
dapat merasa seolah-olah ada di tempat tersebut dan melakukan hal-hal yang
dilakukan secara nyata, misalnya bertransaksi, berdiskusi dan banyak lagi,
seperti yang dikatakan oleh Gibson yang memunculkan istilah tersebut pertama
kali dalam novelnya: “A Consensual hallucination
experienced
daily billions of legitimate operators, in every nation…A graphic
representation of data abstracted from the banks of every computer in the human
system. Unthinkable complexity. Lines of light ranged in the non-space of the
mind, clusters and constellations of data. Like city lights, receeding”.
Perkembangan
Internet yang semakin hari semakin meningkat baik teknologi dan penggunaannya,
membawa banyak dampak baik positif maupun negatif. Tentunya untuk yang bersifat
positif kita semua harus mensyukurinya karena banyak manfaat dan kemudahan yang
didapat dari teknologi ini, misalnya kita dapat melakukan transaksi perbankan
kapan saja dengan e-banking, e-commerce juga membuat kita mudah
melakukan pembelian maupun penjualan suatu barang tanpa mengenal tempat.
Mencari referensi atau informasi mengenai ilmu pengetahuan juga bukan hal yang
sulit dengan adanya e-library dan banyak lagi kemudahan yang didapatkan
dengan perkembangan Internet. Tentunya, tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi
Internet membawa dampak negatif yang tidak kalah banyak dengan manfaat yang
ada. Internet membuat kejahatan yang semula bersifat konvensional seperti pengancaman,
pencurian dan penipuan kini dapat dilakukan dengan menggunakan media komputer
secara online dengan risiko tertangkap yang sangat kecil oleh individu
maupun kelompok dengan akibat kerugian yang lebih besar baik untuk masyarakat
maupun negara disamping menimbulkan kejahatan-kejahatan baru.
Banyaknya
dampak negatif yang timbul dan berkembang, membuat suatu paradigma bahwa tidak
ada komputer yang aman kecuali dipendam dalam tanah sedalam 100 meter dan tidak
memiliki hubungan apapun juga. David Logic berpendapat tentang Internet yang
diibaratkan kehidupan jaman cowboy tanpa kepastian hukum di Amerika,
yaitu: ”The Internet is a new frontier. Just like the Wild, Wild West, the
Internet frontier is wide open to both exploitation and exploration. There are
no sheriffs on the Information Superhighway. No one is there to protect you or
to lock-up virtual desperados and bandits. This lack of supervision and
enforcement leaves users to
watch out
for themselves and for each other. A loose standard called “netiquette” has
developed but it is still very different from the standards found in “real
life”. Unfortunately, cyberspace remains wide open to faceless, nameless con
artists that can carry out all sorts of mischief “
Seperti
seorang hacker dapat masuk ke dalam suatu sistem jaringan perbankan
untuk mencuri informasi nasabah yang terdapat di dalam server mengenai data
base rekening bank tersebut, karena dengan adanya e-banking jaringan
tersebut dapat dikatakan terbuka serta dapat diakses oleh siapa saja. Kalaupun
pencurian data yang dilakukan sering tidak dapat dibuktikan secara kasat mata
karena tidak ada data yang hilang tetapi dapat diketahui telah diakses secara illegal
dari sistem yang dijalankan. Tidak kurang menghebohkannya adalah beredarnya
gambar-gambar porno hubungan seksual/pornografi, misalnya antara seorang
bintang sinetron Sukma Ayu dan Bjah, penyanyi yang sedang naik daun.
Gambar-gambar tersebut beredar secara luas di Internet baik melalui e-mail maupun
dalam tampilan website yang dapat disaksikan oleh siapa saja secara
bebas. Pengungkapan kejahatan ini masih sangat kecil sekali, dikarenakan banyak
kendala dan hambatan yang dihadapi dalam upaya pengungkapannya. Saat ini, bagi
mereka yang senang akan perjudian dapat juga melakukannya dari rumah atau
kantor hanya dengan mengakses situs www.indobetonline.com atau
www.tebaknomor.com dan banyak lagi situs sejenis yang menyediakan fasilitas
tersebut dan memanfaatkan fasilitas Internet banking untuk
pembayarannya. E-commerce tidak sedikit membuka peluang bagi terjadinya
tindak pidana penipuan, seperti yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di Medan
yang memasang iklan di salah satu website terkenal “Yahoo” dengan seolah
– olah menjual mobil mewah Ferrary dan Lamborghini dengan harga murah sehingga
menarik minat seorang pembeli dari Kuwait. Perbuatan tersebut dapat dilakukan
tanpa adanya hubungan terlebih dahulu antara penjual dan pembeli, padahal
biasanya untuk kasus penipuan terdapat hubungan antara korban atau tersangka.
Dunia
perbankan melalui Internet (ebanking) Indonesia, dikejutkan oleh ulah
seseorang bernama Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada
majalah Master Web. Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat situs asli
tapi palsu layanan Internet banking Bank Central Asia, (BCA). Steven
membeli domain-domain dengan nama mirip www.klikbca.com (situs asli Internet
banking BCA), yaitu domain wwwklik-bca.com, kilkbca.com, clikbca.com,
klickca.com. dan klikbac.com. Isi situs-situs plesetan inipun nyaris
sama, kecuali tidak adanya security untuk bertransaksi dan adanya formulir
akses (login form) palsu. Jika nasabah BCA salah mengetik situs BCA asli
maka nasabah tersebut masuk perangkap situs plesetan yang dibuat oleh Steven
sehingga identitas pengguna (user id) dan nomor identitas personal (PIN)
dapat di ketahuinya. Diperkirakan, 130 nasabah BCA tercuri datanya. Menurut
pengakuan Steven pada situs bagi para webmaster di Indonesia,
www.webmaster.or.id, tujuan membuat situs plesetan adalah agar publik menjadi
lebih berhati – hati dan tidak ceroboh saat melakukan pengetikan alamat situs (typo
site), bukan untuk mengeruk keuntungan.
Menurut
perusahaan Security Clear Commerce di Texas USA, saat ini Indonesia
menduduki peringkat ke 2 setelah Ukraina dalam hal kejahatan Carding dengan
memanfaatkan teknologi informasi (Internet) yaitu menggunakan nomor kartu
kredit orang lain untuk melakukan pemesanan barang secara online.
Komunikasi awalnya dibangun melalui e-mail untuk menanyakan kondisi
barang dan melakukan transaksi. Setelah terjadi kesepakatan, pelaku memberikan
nomor kartu kreditnya dan penjual mengirimkan barangnya, cara ini relatif aman
bagi pelaku karena penjual biasanya membutuhkan 3 –5 hari untuk melakukan kliring
atau pencairan dana sehingga pada saat penjual mengetahui bahwa nomor kartu
kredit tersebut bukan milik pelaku barang sudah terlanjur terkirim.
Selain carding,
masih banyak lagi kejahatan yang memanfaatkan Internet. Tentunya masih hangat
dalam pikiran kita saat seorang hacker bernama Dani Hermansyah, pada
tanggal 17 April 2004 melakukan deface dengan mengubah nama – nama
partai yang ada dengan nama- nama buah dalam website www.kpu.go.id, yang
mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap Pemilu yang sedang
berlangsung pada saat itu. Dikhawatirkan, selain nama – nama partai yang diubah
bukan tidak mungkin angka-angka jumlah pemilih yang masuk di sana menjadi tidak
aman dan dapat diubah, padahal dana yang dikeluarkan untuk sistem teknologi
informasi yang digunakan oleh KPU sangat besar sekali. Untung sekali bahwa apa
yang dilakukan oleh Dani tersebut tidak dilakukan dengan motif politik,
melainkan hanya sekedar menguji suatu sistem keamanan yang biasa dilakukan oleh
kalangan underground (istilah bagi dunia Hacker). Terbukti
setelah melakukan hal tersebut, Dani memberitahukan apa yang telah dilakukannya
kepada hacker lain melalui chat room IRC khusus Hacker sehingga
akhirnya tertangkap oleh penyidik dari Polda Metro Jaya yang telah melakukan monitoring
di chat room tersebut. Deface disini berarti mengubah atau
mengganti tampilan suatu website. Pada umumnya, deface menggunakan
teknik Structured Query Language (SQL) Injection. Teknik ini
dianggap sebagai teknik tantangan utama bagi seorang hacker untuk
menembus jaringan karena setiap jaringan mempunyai sistem keamanan yang
berbeda-beda serta menunjukkan sejauh mana kemampuan operator jaringan,
sehingga apabila seorang hacker dapat masuk ke dalam jaringan tersebut
dapat dikatakan kemampuan hacker lebih tinggi dari operator jaringan
yang dimasuki.
Kelemahan admin
dari suatu website juga terjadi pada penyerangan terhadap website www.golkar.or.id
milik Partai Golkar. Serangan terjadi hingga 1577 kali melalui jalan yang sama
tanpa adanya upaya menutup celah tersebut disamping kemampuan Hacker yang
lebih tinggi, dalam hal ini teknik yang digunakan oleh Hacker adalah PHP
Injection dan mengganti tampilan muka website dengan gambar
wanita sexy serta gorilla putih sedang tersenyum.
Teknik lain
adalah yang memanfaatkan celah sistem keamanan server alias hole Cross
Server Scripting (XXS) yang ada pada suatu situs. XXS adalah kelemahan
aplikasi di server yang memungkinkan user atau pengguna menyisipkan
baris-baris perintah lainnya. Biasanya perintah yang disisipkan adalah Javascript
sebagai jebakan, sehingga pembuat hole bisa mendapatkan informasi
data pengunjung lain yang berinteraksi di situs tersebut. Makin terkenal sebuah
website yang mereka deface, makin tinggi rasa kebanggaan yang didapat.
Teknik ini pulalah yang menjadi andalan saat terjadi cyberwar antara hacker
Indonesia dan hacker Malaysia, yakni perang di dunia maya yang
identik dengan perusakan website pihak lawan. Menurut Deris Setiawan,
terjadinya serangan ataupun penyusupan ke suatu jaringan komputer biasanya
disebabkan karena administrator (orang yang mengurus jaringan) seringkali
terlambat melakukan patching security (instalasi program perbaikan yang
berkaitan dengan keamanan suatu sistem). Hal ini mungkin saja disebabkan karena
banyaknya komputer atau server yang harus ditanganinya.
Dengan
demikian maka terlihat bahwa kejahatan ini tidak mengenal batas wilayah (borderless)
serta waktu kejadian karena korban dan pelaku sering berada di negara yang
berbeda. Semua aksi itu dapat dilakukan hanya dari depan komputer yang memiliki
akses Internet tanpa takut diketahui oleh orang lain/ saksi mata, sehingga
kejahatan ini termasuk dalam Transnational Crime/ kejahatan antar negara
yang pengungkapannya sering melibatkan penegak hukum lebih dari satu negara.
Mencermati
hal tersebut dapatlah disepakati bahwa kejahatan IT/ Cybercrime memiliki
karakter yang berbeda dengan tindak pidana umum baik dari segi pelaku,
korban, modus operandi dan tempat kejadian perkara sehingga butuh penanganan
dan pengaturan khusus di luar KUHP. Perkembangan teknologi informasi yang
demikian pesatnya haruslah di antisipasi dengan hukum yang mengaturnya dimana
kepolisian merupakan lembaga aparat penegak hukum yang memegang peranan penting
didalam penegakan hukum, sebab tanpa adanya hukum yang mengatur dan lembaga
yang menegakkan maka dapat menimbulkan kekacauan didalam perkembangannya.
Dampak negatif tersebut menimbulkan suatu kejahatan yang dikenal dengan nama “CYBERCRIME”
yang tentunya harus diantisipasi dan ditanggulangi. Dalam hal ini Polri
sebagai aparat penegak hukum telah menyiapkan unit khusus untuk menangani
kejahatan cyber ini yaitu UNIT V IT/CYBERCRIME Direktorat II
Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.
0 komentar:
Posting Komentar